Manusia adalah unsur terpenting dalam
sebuah proses bernama kehidupan. Ia mengisi ruang kehidupan yang paling besar
tanggung jawabnya karena ia telah ditugaskan oleh sang Khalik sebagai Khalifah
di Muka Bumi sebagaimana tercatat dalam firman Allah SWT dalam Al – Qur’an
surat Al – Baqarah ayat 30,
“Dan (ingatlah) tatkala
Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di
bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan padanya
orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih
dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku
lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
dari ayat
tersebut kita bisa menyaksikan bahwa fungsi keberadaan manusia di muka bumi
adalah untuk menjadi seorang khalifah atau pemimpin yang ada di muka bumi,
tetapi malaikat menyatakan bahwa manusia akan berbuat kerusakan, dan menumpahkan
darah, kemudian Allah SWT menjawab bahwa Dia lebih mengetahui apa – apa yang
tidak malaikat ketahui.
Manusia sebagai khalifah haruslah menciptakan
kondisi bumi yang nyaman dan tentram, tetapi apa yang kita rasakan saat ini? Kerusakan
dimana – mana. Apa yang telah dilakukan
oleh manusia yang kemudian menciptakan kerusakan – kerusakan yang ada di muka
bumi ini terjadi dikarenakan oleh rusaknya pendidikan yang kemudian diajarkan
di sekolah – sekolah di Indonesia. Menurut Prof. Al-Attas dalam
buku Islam dan Sekulerisme, seharusnya pendidikan yang diselenggarakan dapat
melahirkan manusia yang baik. Baik disini adalah beradab. umat muslim di zaman
kejayaan islam adalah umat yang beradab yang menghargai keindahan. Output
pendidikan yang harusnya adalah manusia yang beradab yang kemudian dapat
menciptakan suasana kenyamanan dan ketentraman tanpa adanya kerusakan dan hal –
hal yang merusak.
Contoh
– contoh kerusakan yang diciptakan oleh manusia itu sendiri adalah jumlah kejahatan
yang meningkat, seperti pencurian, penggunaan narkoba yang salah, pemerkosaan,
pembunuhan, pelecehan seksual, korupsi, penipuan, dll. Pelaku – pelaku yang
melakukan kejahatan – kejahatan itu adalah seseorang yang dalam kehidupan
sebelumnya ia mengikuti bangku sekolah atau ia mengikuti proses pendidikan
bahkan mereka bukan saja orang yang mungkin di sekolahnya disebut dengan siswa
yang nakal atau tidak berprestasi dalam hal akademik melainkan juga siswa yang
berprestasi bahkan sering mendapatkan nilai sempurna di kelas. Lantas, mengapa pendidikan
yang selama ini kita ajarkan kepada peserta didik membentuk karakter siswa yang
demikian?
Peristiwa
ini sangat berbeda dengan zaman sebelumnya saat islam memimpin peradaban. Pendidikan
mampu menghasilkan ulama sekaligus ilmuwan yang hingga saat ini karyanya masih
dijadikan rujukan. Mereka adalah al – khawarizmi ilmuwan yang menemukan angka
0, Ibnu Sina yang menulis kitab fenomenal Qanun, Ath-Thib di bidang kedokteran
bahkan bukunya menjadi rujukan kedokteran modern saat ini, dalam bidang fisika
ada ibnu haytam yang berhasil menemukan teori pembiasaan kemudian merancang prototype
kamera, dan banyak lagi ulama – ulama yang tidak saja mereka cerdas tetapi
mereka juga bersahaja dalam bersikap dan bertindak. Inilah produk pendidikan
yang seharusnya.
Penyebab
dari semua ini adalah guru dan ilmu. Menurut Al-Attas dalam buku islam dan
sekulerisme, "Ilmu yang seharusnya menciptakan keadilan dan perdamaian
justru membawa kekacauan dalam kehidupan manusia; ilmu yang terkesan nyata,
namun justru menghasilkan kekeliruan dan skeptisme, yang mengangkat keraguan
dan dugaan ke derajat 'ilmiah' dalam hal metodologi serta menganggap keraguan (doubt)
sebagai sarana epistemologis yang paling tepat untuk mencapai kebenaran; ilmu
yang untuk pertama kalinya dalam sejarah telah membawa kekacauan pada tiga
kerajaan: hewan, tanaman, dan bahan galian (mineral)" Menurut Fauzil Adhim
artikelnya yang berjudul Jangan remehkan
Dakwah Kepada Anak – Anak menyatakan pendidikan bukanlah sekedar belajar
berhitung melainkan juga untuk menyiapkan generasi 30 tahun mendatang yang akan
menggantikan generasi sebelumnya dan semua itu adalah tugas guru.
Maka untuk dapat merubah kondisi ini hal - hal yang harus kita perbaiki adalah dengan memperbaiki ilmu yang hari ini diajarkan di ruang - ruang kelas dan guru - guru yang mengajarkan ilmu tersebut. Ilmu yang diajarkan sejatinya telah dibaratkan atau disekulerkan. ia sudah tidak lagi sesuai dengan fitrahnya, maka hal yang perlu kita lakukan adalah dengan mengislamisasikan ilmu tersebut. Guru adalah ujung tombak perubahan pendidikan bukan menteri pendidikan. Bagaimana mungkin pendidikan dapat berubah sedangkan para gurunya tidak berubah. Maka untuk dapat merubah guru kita harus dapat merubah universitas yang merupakan tempat dimana guru itu belajar. Hal yang demikian itu disampaikan oleh Prof Al -Attas dalam bukunya yang berjudul Islam dan Sekulerisme. Menurut beliau untuk dapat merubah pendidikan suatu bangsa maka yang pertama kali harus diperbaiki bukanlah sekolah dasarnya melainkan pendidikan tingginya atau universitas.
Perbaikan yang kita inginkan sebaiknya tidak saja berfokus pada kebijakan pemerintah walaupun memang ia memegang peranan penting juga dalam perubahan pendidikan, akan tetapi kita tidak boleh lupa pangkal utama rusaknya pendidikan adalah ilmu maka kita pun harus berfokus ke arah sana.
Wallahu'alam bisshowab