Saat ini dunia pendidikan Indonesia tengah dihebohkan dengan yang namanya pendidikan karakter. Hal ini disebabkan karena fakta di Lapangan menunjukan bahwa siswa sekolah memiliki perilaku yang tak sesuai dengan yang diharapkan. Siswa saat ini seolah tak lagi memiliki keasadaran dalam berperilaku, sikapnya yang seenak perut bisa kita lihat dalam keseharian mereka. Contohnya sikap mereka dalam berkendara seolah tak peduli dengan keselamatan dirinya apalagi orang lain, ngebut dijalanan, nyalip tak sesuai aturan menerobos lampu merah dll. contoh lain juga adalah baru-baru ini terjadi peristiwa penyiraman air keras yang dilakukan oleh RN alias tompel di salah satu SMKN di Jakarta yang menyebabkan kawannya terluka (sumber) melihat sedikit fakta ini lah kemudian orang menyimpulkan bahwa anak-anak yang bersekolah sudah tidak memiliki karakter yang baik maka digembar-gemborkanlah pendidikan karakter yang bahkan dalam kurikulum 2013 menjadi kompetensi inti.
Menurut Dr. Dinar Kania, Pendidikan karakter dikembangkan oleh Barat karena mereka percaya, sekolah memiliki peranan penting dalam membentuk dan memperkuat karakter dasar yang akan mendukung terciptanya masyakarat yang baik. Namun, pendidikan karakter ini mengalami benturan kebudayaan karena pendidikan karakter ditekankan pada nilai-nilai kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat. kebudayaan masyarakat di seluruh dunia tidak universal. mereka memiliki kebudayaannya masing-masing yang berbeda-beda. Menurut Dr. Dinar Kania, konsepsi Barat tentang nilai, moral, dan etika bersifat relatif dan sangat
berbeda bahkan bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Konsep
tentang apa yang disebut baik dan buruk merupakan kancah pertarungan
pemikiran yang tak pernah henti dari filosof-filosof Barat, sejak jaman Yunani sampai hari ini. Dari pendidikan yang berorientasi kepada etika Kristen
sebagaimana pemikiran Thomas Aquinas, kemudian berubah menjadi paham
materiasme yang dikembangkan Decartes. Sejak saat itu, ilmu diaggap
sebagai value free atau bebas nilai sehingga pendidikan di Barat dikembangkan “tanpa” nilai. Moral,
etika, agama, kemudian dijauhkan dari kurikulum dengan harapan manusia
dapat lebih cerdas dan kreatif dalam menciptakan dan berinovasi di
bidang sains dan teknologi. (sumber)
Pendidikan karakter yang secara umum ditekankan untuk menanamkan nilai sopan, sehat, kritis, dan sikap-sikap sosial seperti kewarganegaraan yang dapat diterima masyarakat. Tapi ternyata pendidikan karakter ini menemui masalahnya. Masalah pertama datang dari Amerika yang mengabarkan bahwa Pada tahun 2007 Kementerian Pendidikan Amerika Serikat
melaporkan bahwa mayoritas pendidikan karakter telah gagal meningkatkan
efektifitasnya. Bulan oktober 2010 sebuah penelitian menemukan bahwa
program pendidikan karakter di sekolah-sekolah tidak dapat memperbaiki
perilaku pelajar atau meningkatkan prestasi akademik. (sumber)
Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, penyebab dari persoalan pendidikan karakter yang dikembangkan barat ada empat. (1) Nilai yang ditanamkan tidak bersifat permanen karena bersifat relatif pada negara yang mengembangkannya. (2) ketika harus menentukan tujuan pendidikan karakter terjadi konflik kepentingan antara kepentingan agama dan kepentingan ideologi. (3) konsep karakter masih ambigu karena – merujuk pada wacana para psikolog – masih merupakan campuran antara kepribadian (personality) dan perilaku (behaviour). (4) arti karakter dalam perspektif Islam hanyalah bagian kecil dari akhlaq. Pendidikan karakter hanya menggarami lautan makna pendidikan akhlaq. Sebab akhlaq berkaitan dengan iman, ilmu dan amal.(sumber)
Sebagai seorang muslim ternyata tidak cukup hanya dengan pendidikan karakter terlebih karakter yang dikembangkan di barat yang sesuai dengan nilai-nilai barat seperti sekulerisme, liberalisme, pluralisme, feminisme, humanisme, dll. Nilai-nilai ini bertentangan dengan apa yang islam ajarkan dan tanamkan kepada setiap muslim. Untuk menghadirkan karakter muslim yang sejati sesuai dengan ajaran islam tentu saja kita perlu mendidik muslim sesuai dengan fitrahnya, yakni dengan pendidikan islam.
Pendidikan menurut islam adalah pengenalan dan pengakuan yang berasur-angsur ditanamkan ke dalam manusia, tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu di dalam tatanan wujud, sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud tersebut. (Dr. Ahmad Alim, 2013)
Pengenalan yang dimaksud adalah ilmu sedangkan pengakuan yang dimaksud adalah adab. Adab adalah internalisasi ilmu yang berbuah sikap. Dalam pendidikan islam untuk dapat melahirkan manusia yang beradab maka ilmunya tidak bertentangan dengan Al-qur'an dan As-sunnah. Jika ilmunya bertentangan dengan Al-qur'an dan As-Sunnah maka akan hilanglah adab.
Namun, pada dasarnya dalam pendidikan islam tidak hanya menitikberatkan tentang karakter atau adab saja. Dalam islam sikap jujur, sopan, bertanggungjawab, dll yang tercantum dalam karakter yang dididik atau ditanamkan dalam bingkai definisi pendidikan karakter dari barat tidak hanya berkesesuaian dengan aturan masyarakat setempat tentang nilai melainkan juga harus dibingkai dan berdasarkan keimanan kepada rukun iman yang diajarkan dalam islam.
Dr. Adian Husaini mengungkapkan, semua
aktifitas kemanusiaan baik berupa amal shaleh, akhlak, maupun
nilai-nilai kebajikan lainnya seperti jujur, kebersihan, dan kerja
keras, harus dilandasi dan dalam bingkai keimanan. Jika amal shaleh atau
sifat kemanusiaan tidak dilandasi dengan keimanan, maka perbuatan itu
akan menjadi berbahaya bahkan melanggar batas-batas ketentuan Allah Swt”.(Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusia berkarakter dan Beradab, Jakarta: Cakrawala, 2013).
Untuk mempraktekan pendidikan Islam haruslah memperhatikan enam prinsip dalam pelaksanaannya, yaitu (1) menjadikan Allah sebagai tujuan, (2) Memperhatikan Perkembangan Akal Rasional, (3) Memperhatikan Perkembangan Kecerdasan Emosi, (4) Praktik Melalui Keteladanan dan Pembiasaan, (5) Memperhatikan pemenuhan kebutuhan hidup, (6) Menempatkan nilai sesuai prioritas. (sumber)
Point penting dalam pendidikan islam bukanlah karakternya melainkan pada dasar mengapa ia berkarakter. Dasar yang menjadi alasan seorang muslim adalah sebagai bentuk keimanannya pada rukun iman. Dengan kuatnya aqidah seorang muslim sudah sepatutnya ia menghindarkan diri dari berbagai macam maksiat.
wallahu'alam bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar