Pagi yang dingin kala itu ternyata masih menyisakan banyak kerinduan. Inilah KISAH SURABI di Subang.
Pagi yang dingin setelah kita menikmati lelapnya malam dan nikmatnya dini hari dan shubuh itu. setelah menunaikan kewajiban harian. Kami akhirnya bersiap - siap untuk melawan kegelapan dan memenangkan sepotong surabi yang katanya melegenda di tanah Subang. Namun, ternyata sang tuan rumah menolak mentah - mentah rencana kami untuk pergi melawan kegelapan itu. sang tuan rumah malah asyik dengan alam bawah sadarnya. Usaha kita (aku dan sahabatku.red) untuk membuat sadar sang tuan rumah membuahkan hasil saat raja siang mulai menghalau gelap itu. Akhirnya perjuangan pun dimulai! Kami berangkat berempat menuju tempat legenda itu. Aku, sahabatku, sang tuan rumah, dan shaun the sheep. Perjalanan kami pada awalnya baik - baik saja bahkan aku dan sahabatku mengisi perjalanan dengan berbagi cerita masa lalu tentang kerajaan kami dulu. Miris karena kerajaan itu sudah tak seperti dulu.Namun, perjalanan yang mudah buat aku dan sahabatku itu sepertinya tidak buat sang tuan rumah dan shaun the sheep. Mereka mengalami berbagai macam rintangan yang membuat shaun harus menyerah dan ia dibawa pergi oleh sang tuan rumah lainnya untuk sampai kesana.
Kami melanjutkan perjuangan itu bertiga saja. Menelusuri setiap senti perjalanan. menikmati udara segar desa kasomalang. Mencoba untuk berlari agar segera sampai menuju tempat tujuan. Sampai perjuangan itu pun berakhir karena akhirnya sampai juga di tempat legenda itu. Shaun the sheep juga sudah sampai. Benar - benar melegenda. berbeda dengan tempat pembuatan surabi di sekitar gubukku di Bandung yang sudah sedikit modern sehingga rasanya ada yang hilang, tapi surabi yang satu ini, Wuih mantaps sekali. masih menggunakan suluh (kayu bakar.red) dan di buat masih menggunakan cara yang sama dengan dahulu kala. benar - benar artistik, futuristik, dan klasik. Terlebih yang membuat surabi ini begitu menggoda adalah menggunakan telor dan sambal oncom yang mantaph sekali. Aku menikmati surabi dengan telor mata sapi di atasnya serta surabi yang biasa saja. Sahabatku menikmati surabi dengan telor dadar saja, dan sang tuan rumah menikmati dua surabi yang original. ada kisah menarik soal original ini. saat sang tuan rumah meminta pada ibu untuk dibuatkan surabi yang Original itu ibu pembuat surabi terdiam tak mengerti. Sang tuan rumah telah salah memilih kata yang kurang tepat untuk digunakan karena sang ibu pembuat surabi tak paham apa makna original itu. Selayaknya memang kata yang digunakan dalam komunikasi harus tepat sesuai dengan lawan bicara kita.
Akhirnya surabi yang dibuatkan oleh tangan ibu yang cukup tua itu bisa kita nikmati dengan lahap. Terbayarkan sudah perjuangan kami melawan gelap yang keburu terhalau oleh sang raja siang dan perjuangan kami dalam melewati berbagai rintangan untuk menikmati sepotong surabi yang benar - benar nikmat sangat. Terpikir untuk memperpanjang kenikmatan itu dengan membuka cabang baru surabi ini di Bandung. rencana yang bagus untuk dilaksanakan. Cukup untuk saat itu. Surabinya sudah cukup kami nikmati dan kami kembali untuk pulang ke rumah sang tuan. Aku pun harus bergegas bersiap - siap untuk segera meninggalkan Subang karena kota yang lain sudah rindu padaku. Sukabumi.
Setiap langkah yang kutapaki untuk meninggalkan kota ini aku merasa begitu rindu. setiap senti aku menjauh pergi dari kota rasanya kerinduan itu semakin mendalam. rindu tak terkira untuk Surabi itu. Terbayang olehku kapan saat aku akan menikmati sepotong surabi itu lagi. Entah itu besok, lusa, pekan depan, bulan dengan, tahun depan, atau dengan kehidupan yang baru yang akan kami lewati bersama. Entahlah tapi aku akan benar - benar merindukan kota itu especially Surabi. Surabi, I miss you so Much!
Inilah kisah surabi itu. Surabi yang kurindukan.
Subang, Nice Trip! NIce Holiday! The Best! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar