setelah dua hari terakhir diliputi badai hari ini Allah memberikan
sedikit pencerahan yang mengembalikan kembali sedikit semangat itu.
setelah berlelah - lelah urusan akademik menyempatkan datang ke acara
diskusi publik soal otonomi kampus di Auditorium LPPM. tidak ada niat
untuk serius untuk menyimak materi di acara ini memang. beruntung datang
saudariku Evi Mulyani yang membuka sebuah diskusi berkaitan dengan
Akademi Profesi. Evi membuka diskusi dengan sebuah pertanyaan, “kenapa
sih UPI hanya mampu 1 atau 2 kelompok untuk berjuang di ajang PIMNAS
padahal Proposal yang didanai cukup banyak dan bahkan yang mengirimkan
PKM-GT mencapai 400 buah proposal, tapi kenapa yang lolos PIMNAS hanya
sedikit?” kemudian aku jadi ikut berpikir soal ini. Kemudian evi
melanjutkan analisisnya soal ini, “apa mungkin karena kita adalah UPI
jadi juri agak berat untuk meloloskan UPI atau jangan - jangan juri yang
terlibat dari kampus - kampus yang selama ini peraih emas PIMNAS.”.
Well, itu memang analisis yang berlebihan sih dan cenderung suudzon,
tapi perlu kita khawatirkan ada apa dengan Akademi Profesi UPI bahkan
untuk ajang bergengsi seperti PIMNAS saja UPI masih sedikit yang ikut.
Bahkan ada yang bilang saat seorang mahasiswa UPi yang lolos jadi
finalis dalam salah satu ajang nasional mengatakan saat berada bersama
peserta dari kampus lain ditanya, “UPI itu kampus underdog ya?” Waw
sebuah reaksi yang dipertanyakan ke eksistensian kampus UPI sebagai
kampus negeri yang sebenarnya punya prestasi yang tak kalah dari kampus
lain.
bukan soal ini saja sebenarnya masalah ke eksistensian UPI dalam hal
akademik profesi yang agak diragukan orang lain. teringat dengan program
Indonesia Mengajar yang diinisiasi oleh Anies Baswedan. UPI baru diakui
kualitasnya dalam program ini pada angkatan 4. Padahal kita tahu UPI
adalah penghasil guru - guru yang sudah disiapkan menjadi pendidik masa
depan, tapi apa di ajang ini saja UPI belum diakui.
Apalagi yang menjadi kekurangan - kekurangan UPI dalam hal akademik? pasti masih banyak.
Sebagai seorang agent of change kita tak layak fokus pada
masalah saja kita perlu mendapatkan solusinya. untuk permasalahan ini
sebenarnya perlu dianalisis lagi akar permasalahannya. Oke kita sorot
soal ajang PKM ini. Hanya 2 kelompok saja yang berangkat berlaga di
PIMNAS. masalahnya bisa saja adalah kurangnya kelompok yang ikut ajang
PKM dari kampus UPI BS atau Kamda. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
jumlah yang berangkat PIMNAS pada akhirnya karena peluang semakin
sedikit. Boleh jadi kampus yang sering mendapat emas itu mengirimkan
jauuuuhhhh lebih banyak daripada UPI sehingga peluang masuk PIMNAS
bahkan mendapat emas lebih banyak dibandingkan kita. Kita tanyakan pada
diri kita sebagai mahasiswa UPI bagaimanakah keinginan kita untuk
membuat sebuah karya ilmiah secara tulisan?
Nah, itu dia permasalahannya adalah budaya menulis ilmiah di kampus
UPI masih kurang sehingga untuk ikut ajang seperti PKM, lomba karya
tulis ilmiah, dll masih sangat kurang akibatnya peluang kita untuk eksis
sangat kecil karena orang hanya mau menilai dari prestasi dan
karyannya. Hal ini dapat berimbas kepada ajang seperti Indonesia
Mengajar dan yang lainnya sehingga kualitas kita bisa diragukan padahal
kita sangat berkualitas juga.
well, lantas apa yang sudah diberikan oleh kita khususnya aku untuk
permasalahan ini? Oke saat ini aku adalah salah seorang pengurus BEM
yang bergerak di bidang Akpro yang secara tidak langsung bertanggung
jawab pada masalah ini. Proker yang sudah ada harapannya memang bisa
membantu menyelesaikan permasalahan ini tapi tidak bisa diandalkan pada
proker yang ada. sepertinya perlu ada kerja sama dengan pihak - pihak
terkait untuk meningkatkan kualitas ini.
Bukan sesuatu yang akan banyak memberikan konteribusi memang tapi
harus bisa memberikan kontribusi sekecil apapun itu. SEMANGAT ASRI
TINGKATKAN KUALITAS DIRI DAN AKPRO BEM REMA UPI UNTUK UPI YANG LEBIH
BERDEDIKASI!!!!! :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar