Selasa, 12 April 2011

Istana Sang Khalifah Oleh: Ahmad Syahirul Alim

Seorang utusan Romawi tengah mencari istana Khalifah Umar bin Khattab untuk sebuah urusan. Setelah beberapa saat tak menemukan istana tersebut, ia akhirnya bertanya kepada orang-orang. Saat ia menanyakan di mana istananya, mereka menjawab: "Ia tidak punya istana." Lalu, ia bertanya di mana bentengnya. "Tidak ada," jawab mereka.

Kemudian, mereka menunjukkan rumah Sang Khalifah yang terlihat seperti rumah kaum tak berpunya. Lantas, ia mendatanginya dan menanyakan keberadaan Amirul Mukminin. Alangkah terkejutnya ia saat mendengar jawaban dari keluarga Umar: "Itu dia di sana sedang tertidur di bawah pohon."

Tentu bukan tanpa alasan bagi seorang dengan gelar Amirul Mukminin (pemimpin kaum Mukmin) yang kekuasaannya terbentang dari Mesir sampai Irak untuk memilih sebatang pohon sebagai istananya.

Selain agar rakyat dapat dengan mudah menemui dan mengadu padanya, juga karena ia mempelajari hal itu dari Sang Teladan, Nabi Muhammad SAW.

Dahulu, Umar pernah menemui Nabi SAW ketika beliau bangun dari pelepah kurma tempatnya berbaring. Umar melihat guratan pelepah kurma membekas di punggung Nabi SAW. Ia pun menangis. Dengan lembut Nabi SAW bertanya: "Apa yang membuatmu menangis?" Umar menjawab: "Wahai Rasulullah, sungguh Raja Kisra dan Kaisar Romawi dalam keadaan (kafir). Mereka (bergelimang harta), sedang Engkau ialah Utusan Allah (tetapi tidak memiliki apa-apa)." Dengan bijak Nabi SAW bersabda: "Wahai Umar, tidakkah engkau rida jika mereka mendapat dunia dan bagi kita akhirat?" Pelajaran ini tidak pernah dilupakan oleh Umar seumur hidupnya.

Umar bukannya tidak mampu untuk membangun istana atau hidup mewah bak seorang raja. Tetapi, Umar lebih memilih kesederhanaan sebagai perhiasan dirinya.

Bagaimana tidak, ia adalah khalifah yang memperoleh gaji hanya sebatas kebutuhan pokoknya, memakan roti yang hampir mengeras, dan memiliki dua belas tambalan pada pakaian lusuhnya. Ia adalah pemimpin yang bergantian mengendarai keledai bersama budaknya dalam penaklukkan Kota Al-Quds.

Sungguh, Umar telah mengajarkan kepada kita bahwa menjadi pemimpin tak harus bergelimang fasilitas. Maka, ia pun tidak pernah menuntut berbagai fasilitas untuk tugas kepemimpinannya. Karena ia tahu, fasilitas-fasilitas yang ia nikmati tidak lain hanyalah ujian yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Wallahu 'alam bish shawab.

Rabu, 06 April 2011

Satorare report


Selasa saat rapat peniti yang berlangsung 10 jam itu aku copy film dari saudariku. Filmnya adalah film satorare. Film ini menceritakan tentang seorang pria yang memiliki anugerah yang luar biasa, yakni satorare. Apa sih satorare itu? Satorare adalah sebuah kelainan yaitu orang yang pikirannya, suara hatinya bisa terdengar tanpa harus mengatakannya hingga jarak 12 m. orang yang menderita ini hanya satu orang diantara 10.000.000 orang. Mereka sangat jenius bahkan kemampuan intelegensianya bisa mencapai hingga 200. Jika kau berada di dekat satorare dan bisa mendengar pikiran mereka? Dan bagaimana jika anda adalah satorare?

Mungkin film ini merupakan film romance yang sedikit bikin hati ini jadi cenat cenut. Tapi ada effect yang luar biasa setelah nonton ini selain hati jadi cenat cenut. Apakah itu? Nah coba bayangkan kita ini adalah satorare. Kalo kita berpikir saja sedikit maka orang akan tahu apa yang ada di pikiran kita. Bagaimana kalo kita tengah galau maka pikiran pun kan galau dan akan membuat kawan – kawan disekitar kita jadi ikut galau. Lalu bagaimana jika kita sedang jatuh hati maka orang yang membuat hati ini berdebar keras akan tahu. Lalu bagaimana jika kita sedang memikirkan hal yang tak pantas dipikirkan maka orang tahu apa yang kita pikirkan. Lalu bagaimana jika kita memikirkan sesuatu untuk melakukan sebuah maksiat maka orang lain tahu dan betapa malunya kita jika semua orang tahu apa yang ada di pikiran dan hati kita. Naudzubillah…

Tapi tahukah kita? Bahwa sesungguhnya kita ini memang satorare hanya saja yang bisa mendengar dan mengetahui lintasan pikiran kita atau suara kita ini adalah Allah SWT. Setiap detik Allah SWT bisa mendengar apa yang kita pikirkan. Lantas jika kita memang takut untuk diketahui apa isi dari pikiran kita oleh orang lain maka bagaimana mungkin kita tidak malu pada Allah SWT yang setiap detik mengetahui apa – apa yang ada di pikiran dan hati kita?

Maka kita harus menjaga hati dan pikiran kita dari hal – hal yang Allah SWT benci. Jangan sampai Allah SWT tahu keburukan dari pikiran dan hati kita. Karena kita ingin selalu terlihat baik bukan di hadapanNya? So let’s positive thinking. ^^