Jumat, 30 Desember 2011

I Have No Reason again…


Pagi itu menjadi pagi yang panik. Sebuah kabar yang ikut bersama angin meramaikan kehidupan pagi hari itu. Ya, sebuah kabar yang membuat diri berpikir, “Bagaimana mungkin?”. Sebuah kabar yang menceritakan bahwa seorang lelaki penjual pakaian di Pasar subuh beberapa hari yang lalu memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya dengan cara yang cukup mengenaskan. Ia pergi ke sebuah tempat yang disana terdapa sebuah rel yang akan dilintasi oleh kereta api pada pukul 5 subuh hari itu. Ia memutuskan untuk berdiri di atas rel kereta api dan tepat saat kereta api melintas tubuhnya tertabrak oleh kereta api. Mengenaskan. Sungguh mengenaskan. Kehidupan yang diakhiri begitu saja yang pada hakikatnya tetap saja ia bukan mengakhiri masalah kehidupannya hanya membuka permasalahan baru yang penyelesaiannya lebih menyakitkan. Hukuman alam kubur dan hari akhir nanti.
                Sejenak diri ini berpikir, “apa yang membuat orang itu memutuskan untuk bunuh diri? seberat apa sih kehidupan yang menimpa orang itu hingga ia memtuskan untuk segera meninggalkan kehidupan ini?”. Kemudian membayangkan bagaimana menjadi orang itu. Mencoba merasakan segenap rasa yang dirasakannya dengan berbagai macam permasalahan yang mendera hidupnya. Kemudian mendapatkan sedikit kesimpulan dari rasa empati itu. Kesimpulannya adalah “I Have No Reason Again…” Ya, rasanya tidak ada lagi alasan yang menyebabkan mengapa diri ini harus tetap hidup di dunia. Maybe it’s a reason why the man suicide.
                Masalah itu memang selalu silih berganti mewarnai kehidupan kita. Namun, terkadang ada sebuah permasalahan yang sama yang selalu memberi warna yang dominan dalam kehidupan kita. Anything can be. Apapun itu kita punya permasalahan yang berbeda tapi ia dominan mendatangi kehidupan kita. Seorang yang kaya selalu sibuk dengan permasalahan sosialnya atau seorang yang miskin sibuk dengan permasalahan ekonominya atau juga seorang aktivis dakwah yang sibuk dengan permasalahan VMJ-nya. Apapun itu tapi permasalahan inilah yang justru membuat kita seringkali jatuh ke dalam jurang keputusasaan atau jatuh ke dalam jurang kemaksiatan. Permasalahan yang membuat kita lupa akan satu – satunya alasan yang membuat kita bertahan untuk tetap mengarungi jalan kehidupan yang dipenuhi onak dan duri dan jalan yang terjal. Teringat akan sebuah kisah yang diceritakan oleh seorang ustadz dalam sebuah film untuk mengenang beliau. Beliau tengah ditanya oleh seorang muridnya, “Ustadz, gimana ya sekarang temen – temen ane kayaknya udah pada gak semangat lagi buat dakwah, di liqoan omongannya poliiiittiiikkk aje? Hamasah buat dakwahnya kayak udah ilang gitu tadz.” Kemudian ustadz menjawab, “ada sebuah kisah tentang monyet. Monyet itu memanjat pohon yang saanggaaatttt tinggi, tapi ia mampu sampe manjat sampe puncaknya. Tiba – tiba ada angin puting beliung yang menghempaskan pohon itu hingga bergoyang dengan sangat kuat. Namun, monyet itu dengan sekuat tenaga bertahan dan mampu untuk bertahan. Namun, saat ada angin sepoi – sepoi yang membuat si monyet justru nyaman sehingga ia lupa untuk berpegangan tangan pada pohon dan dalam waktu kurang dari lima detik ia terjatuh ke dasar tanah.” Itulah sedikit kisah dari seorang ustadz dari sebuh jamaah dakwah yang tengah memberikan tausiyah kepada muridnya tentang sebuah masalah dalam dakwah. Cerita itu memberikan kita sebuah pelajaran bahawa boleh jadi masalah yang pahit, kesedihan, kemiskinan, atau segala sesuatu yang menyakitkan kita tetap mampu bertahan dan kuat untuk menghadapinya, tetapi dengan sebuah sesuatu yang nyaman justru kita kalah dan membuat kita hilang akan alasan yang membuat kita tetap bertahan dan menyebabkan kita jatuh ke dalam jurang kemaksiatan. Atau kadang kepahitan pun membuat kita lupa akan alasan yang memaksa kita bertahan seperti yang dialami oleh lelaki yang bunuh diri itu.
                Apabila saat ini sudah tak ada lagi alasan yang memaksa kita bertahan dalam hidup yang serba baik atau benar – benar kehidupan dalam keadaan baik ataupun tidak. Atau apabila orang lain yang mengalami itu tak hendakkah kita mencoba berempati atau merenungi semuanya agar kita mampu menciptakan alasan yang pasti yang membuat kita mau bertahan dalam kehidupan yang pahit ini atau membuat orang lain mau menciptakan alasan tersebut hingga ia tetap bertahan juga???? Namun, sebenarnya APA ALASAN ITU???? MASIH BERTANYA – TANYAKAH KITA???????? CUKUP ALASAN ITU SATU SAJA!!!! ALLAH SWT!!! Cukup Ia saja yang menjadi alasan mengapa kita harus tetap bertahan dalam kondisi apapun!

#tersadarkan bahwa semuanya memang cukup Allah saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar